DESALINASI AIR LAUT
MENGGUNAKAN METODE REVERSE OSMOSIS
SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR BERSIH DI INDONESIA
Disusun Oleh :
1. HANNA SISCA ( L2C006054 )
2. IKAWATI ( L2C006060 )
3. KHOLIFAH KURNIASARI ( L2C006063 )
4. LAMIYA MU’NISATUS Z. ( L2C006064 )
5. SUKMA BUDI ARIYANI ( L2C006099 )
TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki luas wilayah 5.193.252 km2, dua per tiga luas wilayahnya merupakan lautan, yaitu sekitar 3.288.683 km2 sehingga Indonesia memiliki julukan sebagai negara maritim. Ironisnya, di tengah kepungan air laut, ternyata masih ada beberapa tempat yang mengalami kekurangan air, terutama mengenai ketersediaan air bersih. Akibatnya, di tempat seperti itu air menjadi barang eksklusif nan mahal. Masyarakat harus membeli untuk mendapatkan air bersih. Ironi inilah yang menimpa masyarakat Kepulauan Seribu pada tahun 2006. Di kepulauan yang berada di utara kota Jakarta tersebut, air bersih menjadi barang langka. Ketersediaan air bersih adalah masalah utama bagi daerah tersebut. Setidaknya, untuk mendapatkan satu liter air bersih, masyarakat harus membayar Rp 50,- sampai Rp 75,-.
Pada era teknologi sekarang ini seharusnya air bukan lagi menjadi masalah. Negara-negara di kawasan Timur-Tengah telah lama memanfaatkan air laut untuk memenuhi kebutuhan air bersih atau yang sering kita kenal sebagai desalinasi. Pemurnian air laut ini dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti distilasi, penyulingan, dan lain-lain. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, telah lahir teknologi baru yaitu Reverse Osmosis(RO) dengan bantuan membran. Salah satu kelebihan teknologi ini adalah penampilannya portable, tidak memakan tempat yang luas.
Secara prinsip, proses destilasi merupakan perubahan fase cair menjadi fase uap. Dimana pada tahap akhir, air laut akan mengalami kondensasi menjadi air murni. Sementara, pada proses RO, tidak terjadi perubahan fase. Pada proses RO yang terjadi hanya fase cair saja. Dimana untuk memisahkan air tawar dengan air laut di dapat dari adanya perbedaan tekanan yang menggunakan membran semi permeablenya saja.
BAB II
ISI
II.I KRISIS AIR DI INDONESIA
Penyediaan kebutuhan air bersih di Indonesia saat ini masih minim. Di kota-kota besar pelayanan penyediaan air bersih baru mencapai 45 persen, sedangkan di pedesaan juga baru sebesar 10 persen. Ini membuktikan terjadinya krisis air bersih di Indonesia.
Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup bagi manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya lima persen saja yang tersedia sebagai air minum, sedangkan sisanya adalah air laut. Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Seperti yang disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam, namun ketersediaannya justru menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini akan kian parah menjelang tahun 2025 karena 1,8 miliar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara absolut. Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit. Begitu peliknya masalah ini sehingga para ahli berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan terjadi “pertarungan” untuk memperbuatkan air bersih ini. Sama halnya dengan pertarungan untuk memperebutkan sumber energi minyak dan gas bumi.
Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus naik hingga 15-35 persen per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat (berkurang) akibat kerusakan alam dan pencemaran.
Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih (Suara Pembaruan - 23 Maret 2007). Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan. Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Untuk persentase akses daerah pedesaan terhadap sumber air di Indonesia lebih rendah daripada beberapa negara tetangga seperti Malaysia. Di Malaysia, tingkat akses sumber air di pedesaan mencapai 94 persen. Di negara Indonesia yang kaya sumber daya air ini, angka akses pedesaan terhadap air bersih hanya menyentuh level 69 persen, lebih rendah dari Vietnam yang telah mencapai 72 persen. Pada akhir PJP II (2019) diperkirakan jumlah penduduk perkotaan mencapai 150,2 juta jiwa dengan konsumsi per kapita sebesar 125 liter, sehingga kebutuhan air akan mencapai 18,775 miliar liter per hari. Menurut LIPI, kebutuhan air untuk industri akan melonjak sebesar 700% pada 2025. Untuk perumahan naik rata-rata 65% dan untuk produksi pangan naik 100%. Pada tahun 2000, untuk berbagai keperluan di Pulau Jawa diperlukan setidaknya 83,378 miliar meter kubik air bersih. Sedangkan potensi ketersediaan air, baik air tanah maupun air permukaan hanya 30,569 miliar meter kubik. Ia mengingatkan, pada tahun 2015 krisis air di Pulau Jawa akan jauh lebih parah karena diperkirakan kebutuhan air akan melonjak menjadi 164,671 miliar meter kubik. Sedangkan potensi ketersediaannya cenderung menurun. Di daerah perkotaan seperti Jakarta saja, masih banyak warga yang belum mendapatkan fasilitas air bersih. Jakarta dialiri 13 sungai, terletak di dataran rendah dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Seiring dengan pertumbuhan penduduk Jakarta yang sangat pesat, berkisar hampir 9 juta jiwa, maka penyediaan air bersih menjadi permasalahan yang rumit. Dengan asumsi tingkat konsumsi maksimal 175 liter per orang, dibutuhkan 1,5 juta meter kubik air dalam satu hari. Neraca Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 menunjukkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) diperkirakan baru mampu menyuplai sekitar 52,13 persen kebutuhan air bersih untuk warga Jakarta. (Kompas, 20 Juni 2005).
Pengaruhnya dengan kesehatan, air merupakan zat yang selalu digunakan dalam kehidupan manusia. Dan suatu sarana utama untuk menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan. Tiap hari manusia membutuhkan air untuk mandi, mencuci, minum,dll. Kebutuhan air untuk dugunakan sangatlah krusial karena harus air yang baik, bersih, dan menyehatkan. Peningkatan kualitas dan kuantitas air dengan jalan mengadakan pengelolaan terhadap air yang baik akan membantu masyarakat dalam pemanfaatan air.
Berangkat dari hal itu, pengolahan pengadaaan air dalam skala besar sangatlah penting sehingga akan membantu masyarakat dalam mengelola air. Sebenarnya pengolahan air dengan desalinasi merupakan cara lama untuk mendatangkan air dalam skala besar namun untuk memperbaiki cara desalinasi konvensional diperlukan cara khusus dan modern, tidak hanya itu juga cara tersebut harus murah dan tahan lama. Ada beberapa metode untuk menangani kelangkaan air tersebut. Salah satunya dengan “desalinasi air laut dengan metode reverse osmosis”.
II.2. Komersialisasi Air di Indonesia
Semakin langkanya air bersih menjadikan bisnis tersendiri bagi sekelompok orang bahkan pemerintah sendiri. Masyarakat diharuskan membayar mahal untuk menggunakan air baik untuk keperluan sehari-hari dan usaha. Hal ini nampak jelas di kota-kota besar harga air melampung tinggi bahkan setara dengan harga bahan bakar bensin.
Di DKI Jakarta, tarif air minum PDAM saat ini sebesar Rp5.430 per meter kubik dinilai terlalu mahal. Apalagi kualitas air yang dijual masih tergolong jauh dari bersih. Bahkan menurut kajian dunia, kualitas air di Indonesia memang cukup memprihatinkan. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke 112 dari 120 negara.Kondisi ini jauh berbeda dengan negara tetangga Singapura yang hanya menjual air bagi industrinya seharga Rp 2.300 per meter kubik dengan kualitas yang layak minum. Padahal, Singapura mengambil air minum dari Batam atau Malaysia, tetapi dapat dijual dengan harga murah. Sedangkan Jakarta, sumber airnya jauh lebih dekat yaitu di Jatiluhur, tetapi tetap dijual dengan harga mahal (Ketua Asosiasi Kontraktor Air Indonesia Poltak Situmorang di Jakarta, Sabtu 28/8/2004). Jika dilihat potensi pelanggan di Jakarta yang mencapai 1,5 juta orang, seharusnya tarif air minum di Jakarta bisa ditekan menjadi Rp 1.000 per meter kubik.
Ironisnya lagi meski harus membayar mahal, pelayanan distribusi air minum bagi pelanggan di Jakarta masih jauh dari memuaskan. Hal ini terlihat dari banyaknya keluhan pelanggan yang mencapai 9.000 aduan dalam sebulan yang mengeluhkan pasokan air mati. Sementara beberapa pelanggan di antaranya masih tetap harus membayar tagihan.
Maka lazimlah jika air merupakan barang angka nan mahal selama komersialisasi air masih berkuasa. Tindakan selanjutnya adalah menerapkan teknologi praktis untuk mengolah air.
II.3 Kondisi Air di Singapura
Singapura merupakan negara kecil dengan kondisi geografis yang kurang mendukung. Wilayah Singapura adalah pulau kecil yang jarang sekali terdapat sumber air tawar seperti sungai, danau, maupun air tanah. Kebutuhan air negara ini dipenuhi dengan mendatangkan dari negeri Jiran dan Brunai. Sedangkan sumber air lainnya berasal dari hasil desalinasi air laut, yang dalam pengembangannya merupakan sumber yang terbaru dikembangkan, termahal biaya produksinya, dan terkecil persentase jumlahnya dibandingkan dengan 3 sumber air lain (air impor, air waduk lokal, air newater).
Produksi Air desalinasi pertama di Singapura dimulai pada bulan September Tahun 2005, dimana Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong meresmikan pabrik desalinasi pertama The Singspring Desalination Plant yang berlokasi di Tuas dengan produksi air 30 juta gallon/hari (setara dengan 136.380 m3/hari atau 1578 ltr/dtk). Sebagai perbandingan kapasitas pabrik desalinasi pertama Singapura ini, lebih dari 50% kemampuan ketersediaan air waduk Duriangkang (3000 lt/dtk) yang merupakan sumber air waduk terbesar di Pulau Batam.
Sumber air laut merupakan sumber yang bisa dikatakan tidak terbatas, sehingga Pemerintah Singapura terus mencoba untuk mengembangkan teknologi dan metode desalinasi secara bertahap sehingga mereka berhasil menekan biaya untuk memproses air laut turun sekitar 50% dari biaya pengolahan 10 tahun yang lalu. (sijomandiri. www. sijomandiri.net, 12 Juni 2008).
Gambar 1 : instalasi pengolahan air menggunakan desalinasi air laut di Singapura
Singapura juga sudah menerapkan standarisasi air yang ada di negara tersebut. Standarisasi tersebut menetapkan bahwa semua air yang digunakan di Singapura, sudah layak minum. Sehingga kita dapat menemukan banyak kran air minum yang tersedia di pinggir jalan Singapura.
Gambar 2 : air siap minum dengan menggunakan filter Reverse Osmosis di Singapura
II.4 Kondisi Air di Tanah Air
Air adalah sumber daya alam dinamis, yang selalu bergerak melalui daur hidrologi yang abadi. Bumi banyak sekali memiliki air, tetapi hanya 2,5 % yang berupa air tawar(97,5 % adalah air asin). Hanya 0,3% dari air tawar yang terdapat di bumi berupa air permukaan di danau, telaga, waduk, situ, dan sungai yang dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia.
Secara makro ketersediaan air di Indonesia sangat melimpah, tetapi tidak merata secara ruang dan waktu. Menurut data Puslitbang Sumber Daya Air Departemen PU wilayah Papua mempunyai ketersediaan paling banyak yaitu 25.500 m3/kapita/tahun, sedangkan pulau Jawa paling sedikit hanya 1.600 m3/kapita/tahun. Pulau Jawa yang luasnya hanya 7 % dari daratan Indonesia hanya memiliki 4,5 % potensi air tawar seluruh Indonesia, tetapi harus menopang 65 % penduduk Indonesia. Sehingga saat ini kondisi pulau Jawa telah sangat rawan dalam hal ketersediaan air.
Angka kebutuhan minimal air untuk manusia menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu negara. Kebutuhan air rata-rata kota besar dan kota kecil berbeda, kota metropolitan dunia kebutuhan air rata-ratanya antara 300 – 600 ltr/org/hari, kota metropolitan seperti Jakarta sebesar 220-240 ltr/org/hari, kota kecil-menengah sebesar 100-150 ltr/org/hari.
Badan dunia UNESCO th 2002 menetapkan Hak Dasar Manusia atas air yaitu sebesar 60 ltr/org/hari. Walaupun angka ini tidak besar, namun saat ini lebih dari separoh penduduk dunia belum dapat menikmati kebutuhan dasar ini.
II.5 AIR LAUT
Perbedaan antara air laut dan air tawar darat adalah pada segi kuantitas dan kualitas garamnya. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida.
Table 1 : Salinitas air berdasarkan presentase garam terlarut
Salinitas air berdasarkan persentase garam terlarut
Air tawar
Air payau
Air saline
Brine
< 0.05 % 0.05 - 3 % 3 - 5 % > 5 %
Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%[1].
Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa halida-halida—terutama klorida—adalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. (Wikipedia)
Air laut dengan jumlah terbesar di bumi ini, sebesar 97.5% dari air keseluruhan perlu diolah agar dapat dikonsumsi. Namun, permasalahannya adalah kandungan garam terlarut menyebabkan diperlukannya treatment khusus sehingga air tersebut dapat di konsumsi oleh masyarakat. Salah satu treatmennya adalah dengan menggunakan filter membrane reverse osmosis.
II.6 Desalinasi air laut
Sebagai solusi krisis air, desalinasi telah dipakai oleh banyak negara untuk memanfaatkan air laut sebagai air minum. Desalinasi adalah proses penghilangan kelebihan garam dan mineral yang lain dari air. Secara lebih umum, desalinasi adalah penghilangan garam dan mineral.
Air didesalinasi untuk diubah menjadi fresh water yang sesuai untuk dikonsumsi manusia ataupun untuk irigasi. Terkadang proses menghasilkan tabel garam yang digunakan untuk kapal laut. Hal yang paling penting dari desalinasi adalah pada mencari jalan yang paling efektif untuk menyediakan fresh water untuk manusia dimana air yang tersedia sangat terbatas.
Desalinasi skala besar biasanya menggunakan energi yang besar dan infrastruktur yang mahal untuk membuatnya dibandingkan menggunakan fresh water dari sungai atau air tanah. Di negara-negara Timur Tengah, energi yang besar tersebut dapat diatasi dengan besarnya cadangan minyak bumi, seiring dengan kelangkaan air mereka, telah membangun konstruksi desalinasi untuk wilayah ini. Pada pertengahan 2007, desalinasi Timur Tengah telah memenuhi 75% dari kapasitas total dunia.
Plant desalinasi yang terbesar di dunia adalah plant desalinasi Jebel Ali yang berada di Emirat Arab menggunakan multistage flash distillation dan menghasilkan 300 juta m3 air per tahun atau sekitar 2500 gallon (1 galloan US=3785 liter) air per detik. Plant desalinasi terbesar di Amerika berada di Tampa Bay Florida yang mendesalinasi 25 juta gallon (95000m3) air per hari pada Desember 2007.
Gambar 3 : Desalinasi air laut
II.7 Desalinasi dengan Membran Reserve Osmosis
Pada dekade terakhir, proses membran berkembang dengan sangat cepat dan kebanyakan fasilitas baru menggunakan teknologi reverse osmosis. Proses membran menggunakan membran semi permeabel dan tekanan untuk memisahkan garam dari air. Sistem membran menggunakan energi yang lebih sedikit dibandingkan distilasi termal.
Membrane separation yaitu suatu teknik pemisahan campuran 2 atau lebih komponen tanpa menggunakan panas. Komponen-komponen akan terpisah berdasarkan ukuran dan bentuknya, dengan bantuan tekanan dan selaput semi-permeable. Hasil pemisahan berupa retentate (bagian dari campuran yang tidak melewati membran) dan permeate (bagian dari campuran yang melewati membran).
Gambar 4 : skema reverse osmosis
Gambar Struktur Membran. Sweep (berupa cairan atau gas) digunakan untuk membawa permeate hasil pemisahan. Sweep (berupa cairan atau gas)
Membran osmosis balik (reverse osmosis atau hyperfitration) telah menjadi perhatian dalam industri sejak tahun 1960-an, karena kemampuannya untuk memisahkan zat terlarut berukuran sangat kecil (di bawah 10 A) dari larutan padat-cair. Teknik ini banyak digunakan untuk berbagai keperluan, seperti desalinasi air 18lJt dan air payau yang banyak dikembangkan oleh Qffice of Saline Water, U.S. Departement of the Interior [HARRIS, 1976], pengolahan air limbah industri-industri pertanian, biokimia, kimia, elektrokimia, makanan, farmasi, petrokimia, pulp dan kertas. Bahan membran yang digunakan biasanya adalah selulosa asetat, komposit, poliamida, dan lain-lain, dengan modul tubular, spiral wound, flat sheet, atau hollow fiber [OHY A, 1976].
Pada peristiwa reverse osmosis, pada sisi larutan dengan konsentrasi tinggi diberikan tekanan untuk mendorong molekul air melewati membran menuju sisi larutan air. Proses pemisahan ini akan memisahkan antara zat terlarut pada salah satu sisi membran dan pelarut murni di sisi yang lain.
Membran semipermeabel yang digunakan pada reverse osmosis disebut membran reverse osmosis (membran RO). Membran RO memiliki ukuran pori < 1 nm. Karena ukuran porinya yang sangat kecil, membran RO disebut juga membran tidak berpori. Membran RO biasanya digunakan untuk pengolahan air, seperti pengolahan air minum, desalinasi air laut, dan pengolahan limbah cair. Saat ini membran RO juga banyak digunakan pada proses pengolahan air isi ulang.
Pada pengolahan air minum, seperti pengolahan air isi ulang, membran RO didesain untuk dapat melewatkan molekul-molekul air dan menahan solid, seperti ion-ion garam. Membran RO dapat memisahkan dan menyisihkan zat terlarut, zat organik, pirogen, koloid, virus, dan bakteri dari air baku. Efisiensi penyisisihan membran RO untuk zat terlarut total (TDS) dan bakteri masing-masing adalah 95-99% dan 99% sehingga pada akhir proses akan dihasilkan air yang murni.
Efisiensi penyisihan membran RO yang tinggi menyebabkan terjadinya penyisihan mineral-mineral alami pada air baku. Mineral-mineral alami ini tidak hanya memberikan rasa yang enak pada air tetapi juga membantu fungsi vital sistem tubuh. Air minum akan kurang sehat bagi tubuh apabila kurang mengandung mineral-mineral ini
II.7.1 Proses Desalinasi Air Laut menggunakan Reverse Osmosis
Pengolahan air laut di Pabrik neWater Singapura, adalah sebagai berikut.
• Pre-treatment untuk memisahkan padatan-padatan yang terbawa oleh umpan. Padatan-padatan tersebut jika terakumulasi pada permukaan membran dapat menimbulkan fouling. Pada tahap ini pH dijaga antara 5,5-5,8.
• High pressure pump digunakan untuk memberi tekanan kepada umpan. Tekanan ini berfungsi sebagai driving force untuk melawan gradien konsentrasi. Umpan dipompa untuk melewati membran. Keluaran dari membran masih sangat korosif sehingga perlu diremineralisasi dengan cara ditambahkan kapur atau CO2. Penambahan kapur ini juga bertujuan menjaga pH pada kisaran 6,8-8,1 untuk memenuhi spesifikasi air minum.
• Disinfection dilakukan dengan menggunakan radiasi sinar UV ataupun dengan cara klorinasi. Sebenarnya, penggunaan RO untuk desalinasi sudah cukup jitu untuk memisahkan virus dan bakteri yang terdapat dalam air. Namun, untuk memastikan air benar-benar aman (bebas virus dan bakteri), disinfection tetap dilakukan.
Gambar 5 : alat reverse osmosis
II.7.2. Jenis Membran yang digunakan
Dewasa ini, telah dikembangkan beberapa sistem membran sebagai modifikasi dari sistem membran konvensional, antara lain :
Gambar 6 : diagram jenis membran
1. Mikro filtrasi (MF)
Mikro filtrasi adalah proses yang mengurangi kadar polutan dari fluida ( liquid dan gas) dengan cara melewatkannya pada sebuah microporous membrane. Membran mikrofiltrasi berukuran 0.1 sampai 1 mikron. Mikrofiltrasi tidak berbeda secara fundamental dengan reverse osmosis, ultra filtrasi ataupun nanofiltrasi,kecuali dalam hal ukuran partikel yang dihilangkannya (www.wikipedia.com , 17 Juli 2008).
2. Ultra Filtrasi (UF)
Ultrafiltrasi adalah variasi dari membran filtrasi dimana terjadi gaya dari liquid terhadap membran semi permeabel. Suspended solid dan cairan pekat dengan berat molekul yang besar, dapat tertahan, tetapi air dan cairan pekat dengan berat molekul pencemar yang kecil dapat melewati membran. Proses pemisahan menggunakan proses ultrafiltrasi biasanya digunakan di bidang industri dan penelitian untuk penjernihan air karena ukuran yang dapat diolah adalah air pekat yang mengandung makromolekul yang memiliki berat atom sekitar 103 - 106 Da (1 Da = 0,000714 gram). Pengolahan menggunakan Ultra filtrasi pada umumnya menggunakan membran berukuran 0.001 mikron – 0.01 mikron (www.wikipedia.com , 17 Juli 2008).
3. Nano Filtration (NF)
Nano filtrasi adalah proses pemisahan jika ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi tidak dapat mengolah air seperti yang diharapkan. Nanofiltrasi dapat menghasilkan proses pemisahan yang sangat terjangkau secara ekonomis. Tetapi Nano filtrasi belum dapat mengolah mineral terlarut, warna dan salinasi air, sehingga air hasil olahan (permeate) masih mungkin mengandung ion monovalen dan larutan dengan pencemar yang memiliki berat molekul rendah seperti alkohol. Pengolahan menggunakan Nano filtrasi pada umumnya menggunakan membran berukuran 0.0001 mikron – 0.001 mikron (www.niroinc.com/membranefiltration.asp , 17 Juli 2008).
Berdasarkan jenis pemisahan dan strukturnya, membran dapat dibagi menjadi 3 kategori:
• Porous membrane. Pemisahan berdasarkan atas ukuran partikel dari zat-zat yang akan dipisahkan. Hanya partikel dengan ukuran tertentu yang dapat melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan. Berdasarkan klasifikasi dari IUPAC, pori dapat dikelompokkan menjadi macropores (>50nm), mesopores (2-50nm), dan micropores (<2nm). Porous membrane digunakan pada microfiltration dan ultrafiltration.
• Non-porous membrane. Dapat digunakan untuk memisahkan molekul dengan ukuran yang sama, baik gas maupun cairan. Pada non-porous membrane, tidak terdapat pori seperti halnya porous membrane. Perpindahan molekul terjadi melalui mekanisme difusi. Jadi, molekul terlarut di dalam membran, baru kemudian berdifusi melewati membran tersebut.
• Carrier membrane. Pada carriers membrane, perpindahan terjadi dengan bantuan carrier molecule yang mentransportasikan komponen yang diinginkan untuk melewati membran. Carrier molecule memiliki afinitas yang spesifik terhadap salah satu komponen sehingga pemisahan dengan selektifitas yang tinggi dapat dicapai.
Proses pemisahan membran berdasarkan driving force, adalah :
1. Perbedaan tekanan
Reverse osmosis
Nanofiltrasi
Ultrafiltrasi
Mikrofiltrasi
Membran pemisahan uap dan gas
Pervorasi
2. Suhu
Distilasi membran
3. Konsentrasi
Dialisis
Ekstraksi membran
4. Perbedaan potensial listrik
Elektrodialisis
II.7.3 Perbedaan Osmosis dan Reverse Osmosis
Osmosis yaitu sebuah peristiwa dimana air mengalir melewati membrane semi permeable. Air tersebut mengalir dari keadaan air yang encer (soluble water) menuju kepada keadaan air yang pekat sampai keseimbangannya atau disebut juga equilibriumnya, tercapai.
Dua ratus tahun kemudian, sekitar tahun 1950-an, para ilmuwan memodifikasi kejadian tersebut untuk menciptakan sistem Reverse Osmosis (RO) yang pertama kalinya. Para ilmuwan menemukan bahwa sistem osmosis konvensional dapat di rekayasa menjadi sebaliknya (reverse), yaitu dengan cara memberikan tekanan pada air yangpekat.
Hal ini dilakukan dengan dasar pemikiran, air yang pekat tersebut diberi tekanan tertentu (dapat berbentuk tekanan ataupun mesin vaccum) agar berkontak dengan membrane semi permeable yang ada, sehingga air dapat menembus dinding semi permeable tersebut.walaupun air dapat menembus dinding semi permeable, kandungan yang menyebabkan kepekatan air tersebut dapat tertahan di dinding,karena diameternya lebih kecil dari diameter membran, sehingga menghasilkan air bersih yang telah tersaring.atau dengan kata lain, air bisa dilewatkan menembus membran yang sangat tipis sekalipun, dengan cara diberi tekanan, dan dapat menyaring partikel kecil seperti kadar garam, virus, pestisida, dan sebagian besar material organic lainnya.
Gambar 6 : perbedaan osmosis dan reverse osmosis
II.7.4 Keunggulan dan Aplikasi Reverse Osmosis
Keunggulan RO yang paling superior dibandingkan metode-metode pemisahan lainnya yaitu kemampuan dalam memisahkan zat-zat dengan berat molekul rendah seperti garam anorganik atau molekul organik kecil seperti glukosa dan sukrosa. Keunggulan lain dari RO ini yaitu tidak membutuhkan zat kimia, dapat dioperasikan pada suhu kamar, dan adanya penghalang absolut terhadap aliran kontaminan, yaitu membran itu sendiri. Selain itu, ukuran penyaringannya yang mendekati pikometer, juga mampu memisahkan virus dan bakteri.
Teknologi RO cocok digunakan dalam pemurnian air minum dan air buangan. Di bidang industri, teknologi RO dapat digunakan untuk memurnikan air umpan boiler. Selain itu, karena kemampuannya dalam memisahkan garam-garaman, teknologi reverse osmosis cocok digunakan dalam pengolahan air laut menjadi air tawar (desalinasi). Pengolahan ini terdiri dari beberapa tahap:
Selain untuk desalinasi, RO juga digunakan dalam dialisis untuk proses cuci darah penderita penyakit ginjal. Ginjal berfungsi sebagai penyaring darah terhadap pengotor-pengotor hasil metabolisme tubuh seperti urea, yang kemudian dikeluarkan melalui urin. Mesin dialisis berfungsi sebagai “ginjal” tersebut. Darah dikeluarkan dari tubuh menuju mesin dialisis yang di dalamnya terdapat membran. Darah yang telah melewati membran dikembalikan lagi ke dalam tubuh.
Teknologi membran berkembang dengan sangat pesat. Dewasa ini, banyak membran dapat dioperasikan pada tekanan rendah sehingga memungkinkan dioprerasikan di rumah tinggal, tempat pengungsian, bahkan dapat digerakkan dengan genset berskala kecil. Selain itu, kemajuan dalam bidang material membran juga memungkinkan proses pemisahan menggunakan membran dapat dilakukan dengan lebih ekonomis.
Peneliti di Amerika Serikat dan Korea telah membuat sebuah membran yang dapat mengurangi biaya penyaringan garam dari air laut. Membran ini terbuat dari material baru berbasis-polisulfon yang tahan terhadap klorin. Dengan material ini beberapa tahapan desalinasi yang memakan banyak biaya tidak diperlukan lagi.
Proses desalinasi yang paling umum, osomosis terbalik, mendesak air laut melewati membran-membran semi-permeabel untuk menyaring kandungan garamnya. Meski banyak energi yang diperlukan untuk menjalankan pabrik-pabrik desalinasi yang berskala besar, namun tetap tidak dapat menaikkan jumlah persediaan air bersih, sementara di seluruh dunia, lebih dari 1 milyar orang tidak memiliki akses terhadap air yang aman dan bersih.
Sebuah membran baru, yang berbasis polisulfon, menjanjikan untuk menjadikan proses yang rumit dan memakan biaya ini tidak diperlukan lagi. "Polisulfon memiliki ketahanan terhadap klorin yang lebih baik dibanding poliamida karena rantai utamanya terdiri dari cincin-cincin aromatik dan ikatan karbon, sulfur dan oksigen yang kuat. Dengan demikian, polisulfon tidak mengandung ikatan-ikatan amida yang sensitif terhadap serangan klorin cair. Polisulfon sebelumnya telah digunakan untuk desalinasi, tetapi air tidak mengalir dengan baik melalui material ini. Ini diatasi dengan merubah cara pembuatan polimer ini. Dulunya, gugus-gugus hidrofil ekstra ditambahkan ke polimer setelah polimerisasi sehingga menempatkan gugus-gugus ini pada posisi yang paling tidak stabil. Sebagai gantinya, kami memadukan gugus-gugus ini kedalam monomer, sehingga ketika polimerisasi terjadi gugus-gugus ini berpadu secara langsung dengan struktur polimer.
Membran yang sangat tahan terhadap klorin ini dapat menghilangkan tahapan-tahapan proses yang memakan banyak biaya dan secara signifikan meningkatkan daya tahan membran yang digunakan dalam desalinasi.
II.7.6 Kelemahan Reverse Osmosis
Pada pengolahan air minum, seperti pengolahan air isi ulang, membran RO didesain untuk dapat melewatkan molekul-molekul air dan menahan solid, seperti ion-ion garam. Membran RO dapat memisahkan dan menyisihkan zat terlarut, zat organik, pirogen, koloid, virus, dan bakteri dari air baku. Efisiensi penyisisihan membran RO untuk zat terlarut total (TDS) dan bakteri masing-masing adalah 95-99% dan 99% sehingga pada akhir proses akan dihasilkan air yang murni. Efisiensi penyisihan membran RO yang tinggi menyebabkan terjadinya penyisihan mineral-mineral alami pada air baku. Mineral-mineral alami ini tidak hanya memberikan rasa yang enak pada air tetapi juga membantu fungsi vital sistem tubuh. Air minum akan kurang sehat bagi tubuh apabila kurang mengandung mineral-mineral ini. Dengan kata lain, air murni yang dihasilkan oleh membran RO tidak sehat bagi tubuh. Selain itu, membran RO memiliki keterbatasan dalam pengoperasiannya, di antaranya:
• Tekanan air baku adalah antara 40 – 70 psig (800 – 1.000 psi).
• Kekeruhan air baku tidak boleh lebih dari 1 NTU.
• pH operasi berkisar antara 4 – 11.
• TDS air baku tidak boleh lebih dari 35.000 ppm. Nilai TDS yang lebih tinggi akan menurunkan kecepatan produksi.
• Suspended Solid air baku; (dinyatakan dengan SDI, Salt Density Index), harus kurang dari 5.
• Sisa klor air baku harus nol (0).
Masalah lain yang sering terjadi pada aplikasi membran RO adalah terjadinya membrane fouling. Membrane fouling adalah peristiwa menumpuknya zat terlarut pada permukaan membran atau di dalam pori membran, sehingga kinerja membran akan menurun.Salah satunya adalah penyumbatan membran yang disebabkan oleh pertumbuhan alga atau selaput-biologis bakteri. Penambahan klorin membunuh mikroorganisme dalam air tetapi juga merusak membran yang berbasis-poliamida. Jadi klorin biasanya dihilangkan dari air sebelum dilewatkan pada membran dan kemudian ditambahkan kembali ke dalam air setelah melewati membran. Apabila membran mengalami fouling, perlu dilakukan pencucian dengan larutan kimia atau penggantian membran. Hal ini akan meningkatkan biaya operasional. Fouling yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor seperti : sifat membran, sifat solute, kondisi operasi dan mode operasi.
Ada beberapa cara untuk mengendalikan fouling, antara lain :
• Pembangkit turbulensi/Inserts/Buffles
• Backflushing, -pulsing, -shocking, and –washing
• Tekanan balik permeat
• Intermittent Jets
• Pulsatile Flow
• Metode Elektrik
• Rotating system
• Ultrasonik
• Partikel
• VISEP
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Krisis air yang terjadi di Indonesia dapat segera di atasi dengan metode desalinasi terutama membran reserve osmosis dengan membran. Metode ini sangat cocok untuk diterapkan di wilayah Indonesia yang sering kesulitan air bersih baik karena kondisi geografisnya seperti pulau Batam, Irian Barat, dan wilayah-wilayah gersang maupun yang disebabkan musim kemarau panjang dan bencana alam. Teknologi membran merupakan solusi terbaik mengingat praktisnya alat tersebut untuk dipindahkantempatkan.
III.2 Saran
1. Pemerintah ebaiknya segera menerapkan dan mengenalkan teknologi membran kepada masyarakat yang membutuhkan khususnya untuk wilayah gersang dan langka air bersih.
2. Pemerintah sebaiknya memberikan kesempatan lembaga terkait untuk mengembangkan teknologi membran
3. Pemerintah sebaiknya membuka luas iklim persaingan bisnis air sehingga harga air semakin kompetitif.
4. Swasta sebaiknya dapat memanfaatkan teknologi membran sebagai salah satu solusi tanggap kebutuhan masyarakat dengan menghadirkan RO sebagai peralatan rumah yang portable.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Nuruddin.2008. “Tarif Air akan Naik 10%”. Forum Kompas. Juni 2008. Jakarta
Anita, Hendranugraha. 2004. ”Tarif Air Minum di Jakarta dinilai Mahal”. http://detik-detik.com Jakarta Sabtu, 28 Agustus 2004
Hanif, Abdul. 2007. ”Atasi Krisis Air Toilet diolah Jadi Air Minum”. Radar Sulteng. Jumat, 30 November 2007
Surya. 2007. Hadapi Krisis Air, Tiongkok Bangun 21 Desalinasi 24 Persen Minum Air Laut . Tuesday, 26 June 2007. Ningbo
Tambunan, Binsar. 2008. “Cukupkah Stok Sumber Air Bersih Kita?” Selasa, 3 Juni 2008. Otoria Batam
Tim redaksi. 2008. “Newater Impian Singapura 38 Tahun Lalu Melepas Haus Dengan Air Limbah”. Posmetro Batam. Sabtu,19 Juli 2008
Tim Redaksi. 2005. Salinitas Air Laut. OSEANOGRAFI Awal Kehidupan Berawal Dari Laut. Tuesday, 19 July 2005
Winduwati S., Yohan, Rifaid M. Nur. 2000. “Karakteristik Osmosis Balik Membran Spiral Wound”. Pusat Pengembangan Pengelolaan limbah Radioaktif.
Zakaria, Anang. 2008. “Kualitas Air Surabaya tak Layak Minum”.Tempointeraktif. Kamis 18 Desember 2008
http://ampl.or.id
http://Cybernet.sijomandiri.net
http://energi-polban.net
http://johan-bumen.blogspot.com
http://lasonearth.wordpress.com
http://mandaazzahra.wordpress.com
http://migas-indonesia.com
http://wikipedia/salinitas.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tolong dong Artikel lebih detail untung cara2 pengendalian Fouling. makasih
BalasHapuskaka, tolong share makalah nya dongg, maksih :)
BalasHapusTerimakasih artikelnya sangat bermanfaat. Yang ingin saya tanyakan pada point II.4 Kebutuhan air di tanah air, pada kebutuhan air kota metropolitan seperti jakarta sekitar 220-240 liter bersumber dari UNESCO atau PU? Karena saya butuh sumber artikel tersebut untuk keperluan TA. Terimakasih
BalasHapus